Rabu, 12 Desember 2018

ESSENCE AND REALITY OF MUDHARABAH IN INVESTATION, FINANCING, AND INSURANCE.



ESSENCE AND REALITY OF MUDHARABAH IN INVESTATION, FINANCING, AND INSURANCE.


Oleh
Rizkiyah Rokhmatul Laili
(17081194022)

            Lembaga keuangan syari’ah saat ini semakin berkembang dengan adanya berbagai produk – produk akad yang tetap memperhatikan prinsip – prinsip syariah. Lembaga keuangan syariah ini lambat laun dikenal oleh masyarakat luas melalui prinsip utama dari lembaga keuangan syariah ini yakni tidak adanya sistem bunga. Sistem bunga dalam dunia islam memang dilarang atau hukumnya haram. Salah satu hal yang mencirikan dari lembaga keuangan syraiah ini adalah mengutamakan prinsip kesejahteraan atau kemaslahatan.

            Salah satu upaya dari lembaga keuangan syaraiah untuk menghindari adanya riba atau bunga dalam transaksi keuangan yaitu adanya instrument keuangan bagi hasil (Profit Sharing). Maksud dari bagi hasil ini adalah pembagian keuntungan maupun kerugian antara dua belah pihak yang bertransaksi sehingga kedua belah pihak akan mengontrol perkembangan usaha dari salah satu pihak yang menerima modal. Instrument keuangan ini sering dikenal dengan istilah mudharabah.

            Mudharabah merupakan salah satu elemen penting di dalam sebuah lembaga keuangan syaraiah. Dengan adanya mudharabah dapat dipertemukannya antara pendanaan dengan keahlian (usaha produksi) untuk melakukan suatu kerja sama atau bisnis. Mudharabah dianggap sangat beresiko tinggi terutama karena resiko moral, seleksi yang merugikan, dan kurangnya keahlian bank dalam penilian proyekserta permasalahan teknis terkait lainnya (Ayub, 2007).

            Penerapan mudharabah dalam lembaga keuangan syariah masih kurang, dikarenakan terdapat tingginya resiko dalam akad mudharabah. Mudharabah lebih banyak digunakan dalam bisnis komersil berjangka pendek sehingga bank dapat mengurangi resiko sampai level terandah dan adanya jaminan dana akan kembali. (Rivai, Veithzal, Abdul Hadi Sirat, Tatik Mariyanti, 2014). Untuk itu, implementasi mudharabah dalam lembaga keuangan syari’ah masih minim dan masih kalah dengan akad transaksi lainnya. Misalnya akad murabahah yang paling sering digandrungi masyarakat dalam bertransaksi di lembaga keuangan syariah dikarenakan resikonya yang lebih rendah.

            Mudharabah merupakan suatu perjanjian antara dua belah pihak atau lebih untuk melakukan suatu kerja sama dimana salah satu pihak bertindak sebagai pemilik modal atau pemberi dana (shahibul maal) dan satu pihak lainnya bertindak sebagai pengelola usaha (mudharib). Bagi hasil dari usaha tersebut ditentukan dari nisbah sesuai kesepakatan di awal (Ismail, 2011). Mudharabah dapat diartikan juga sebagai kemitraan laba antara modal dan dana (Kettel, 2011).

            Diantara rukun mudharabah adalah pemodal (shahibul mal), pengelola (mudharib), keuntungan, modal dan ijab qabul. Mudharabah merupakan suatu transaksi yang memiliki resiko yang tinggi. Karena memiliki resiko yang tinggi, bank konvensional pun tidak pernah menerapkan transaksi seperti ini. Dalam prosesnya, dibutuhkan modal dan pengelola serta kemampuan manajemen yang baik dalam menjalankannya (Kettel, 2011).

            Akad mudharabah tidak hanya di implementasikan pada bank syari’ah saja, melainkan di implementasikan juga pada asuransi syari’ah, pegadaian syari’ah dan pasar modal syari’ah. Berikut adalah implementasi akad mudharabah dalam beberapa lembaga keuangan syari’ah :

a.       Mudharabah dalam Bank Syari’ah dan BMT 
Di dalam bank syariah dan BMT, akad mudharabah biasanya diterapkan dalam kegiatan pendanaan dan pembiayaan. Dalam kegiatan pendanaan, mudharabah digunakan dalam produk tabungan dan deposito. Penyimpan dana atau deposan bertindak sebagai shahibul maal dan bank syariah bertindak sebagai mudharib. Dana tersebut digunakan sebagai pembiayaan kepada pihak lain dalam bentuk transaksi jual beli, sewa – menyewa, dan pembiayaan (Djamil, 2012).

Sedangkan dalam kegiatan pembiayaan, akad mudharabah digunkan sebagai modal kerja seperti modal perdagangan dan jasa, dan investasi khusus. Mudharabah ini termasuk dalam mudharabah muqayyadah dimana dana berasal dari dana khusus dengan penyaluran yang khusus yang syaratnya ditetapkan oleh shahibul maal (Djamil, 2012).

                                    Jadi, dalam kegiatan investasi dengan akad mudharabah diterapkan dalam beberapa produk, yaitu tabungan mudharabah dimana nasabah berlaku sebagai shahibul maal dan bank berlaku sebagai mudharib, deposito mudharabah, dan pembiayaan mudharabah dimana nasabah berlaku sebagai mudharib dan bank berlaku sebagai shahibul maal.

b.      Mudharabah dalam Asuransi Syari’ah
Penerapan mudharabah dalam asuransi syariah ini terjadi dalam dua tahapan, tahap pertama adalah masuknya premi dari nasabah kepada perusahaan asuransi. Tahap kedua adalah penyaluran premi dari nasabah kepada para pengusaha. Penyaluran prei dari nasabah ke perusahaan asuransi ini dinamakan dengan musharabah, dimana nasabah berperan sebagai shahibul maal dan perusahaan asuransi sebagai mudharib. Sementara maal dalam asuransi syariah diwujudkan dalam bentuk premi yang diberikan kepada perusahaan asuransi (Janwari, 2015)

Pada akhirnya nasabah sebagai shahibul maal akan mendapatkan dana nya kembali beserta keuntungan dari investasinya. Sedangkan dalam investasi antara perusahaan syariah dengan pengusaha perusahaan investasi bertindak sebagai shahibul maal dan pengusaha sebagai mudharib. Keuntungan yang diperoleh akan dibagi sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak.

c.       Mudharabah dalam Reksa Dana Syari’ah
Pada umumnya reksa dana syari’ah menggunakan akad mudharabah. Manajer investasi dan Bank Kustodian berperan sebagai mudharib dan investor berperan sebagai shahibul maal atau pemilik dana. Kepemilikian aset dalam reksa dana dilakukan dengan penyaringan yang ketat sesuai dengan prinsip syari’ah. Jika reksa dana akan membeli saham, maka saham tersebut haruslah saham syari’ah. Begitupun juga dengan obligasi, maka obligasi tersebut juga harus obligasi syari’ah (Aziz, 2010).
Dalam reksa dana, pemilik dana atau shahibul maal ikut menanggung resiko kerugian yang dialami oleh manajer investasi atau mudharib. Sementara manajer investasi atau mudharib tidak ikut menanggung resiko kerugian jika tidak disebabkan oleh kelalaiannya. Pembagian keuntungan antara shahibul maal dan mudharib dibagi sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak.
Jadi dalam reksa dana syari’ah adalah reksa dana yang mengalokasikan seluruh dana nya untuk instrumen – instrumen syariah seperti Jakarta Islamic Indeks (JII), obligasi, syariah, dan saham syariah lainnya.

d.      Mudharabah dalam Pasar Modal Syari’ah
Penerapan akad mudharabah dalam pasar modal syari’ah tidak jauh berbeda dengan reksa dana syari’ah. Pihak – pihak yang terlibat dalam pasar modal syari’ah adalah emiten, penjamin emisi efek, manajer investasi, perantara perdagangan efek, dan investor. Akad mudharabah terjadi pada emiten sebagai mudharib dan investor sebagai shahibul maal. Namun demikian manajer investasi harus mengintermediasi akad mudharabah sebagai pengelola bursa efek. Untuk itu, dalam pasar modal syariah terdapat dua tahapan ; tahap pertama adalah investor dengan manajer investasi, dan tahap kedua adalah antara manajer investasi dengan emiten (Janwari, 2015).
Dalam pelaksanaannya, pasar modal syari’ah tidak terlepas dari tuntunan – tuntunan syariah sperti, riba, spekulasi, dan penipuan terhadap seluruh mekanisme dalam pasar modal syariah, teruatama terhadap emiten, transaksi perdagangan dan jenis efek yang diperdagangkan.

e.       Mudharabah dalam Obligasi Syari’ah
Penerapan akad mudharabah dalam obligasi syariah yakni emiten berlaku sebagai mudharib dan pemilik obligasi berlaku sebagai shahibul maal. Besarnya keuntungan yang diperoleh antara kedua belah pihak tidak diketahui pada awal akad (Yuliana, 2010).
Di Indonesia terdapat obligasi syari’ah yang sangat populer keberadaannya yakni sukuk ritel. Sukuk ritel merupakan sertifikat kepemilikan sebuah aset perusahaan yang dikelola dengan prinsip mudharabah dengan menunjuk salah satu pihak sebagai pengelola aset atau mudharib. Modal perusahaan berasal dari shahibul maal atau pemilik sertifikat sukuk ritel. Pemegang sertifikat sukuk ritel mendapatkan kepemilikan aset dan bagian keuntungan yang telah disepakati bersama.

Demikian diatas adalah beberapa akad mudharabah pada berbagai lembaga keuangan syari’ah. Dalam proses perhitungan mudharabah terdapat dua metode, yaitu revenue sharing dan profit loss sharing. Pada metode revenue sharing pembagian keuntungan antara kedua belah pihak dihitung dari hasil pendapatan atau penjualan sebelum dikurang biaya – biaya. Sedangkan profit loss sharing perhitungannya berasal dari laba / rugi perusahaan. Dalam profit loss sharing penanggungan kerugian dan resiko dilakukan oleh mudharib dan bank syariah.
Seseorang akan berpikir dua kali jika menggunakan metode profit loss sharing, dikarenakan beberapa hal : (Ismail, 2011)
a.       Biaya administrasi dalam Profit Loss Sharing sama saja dengan bunga karena digunakan untuk membiayai biaya administrasi dan biaya operasional (bank syariah)
b.      Pada masa akhir kontrak, revenue sharing tidak memungut biaya apapun. Namun dalam profit loss sharing mudharib harus membagi keuntungan kepada kedua belah pihak.
c.       Metode profit loss sharing kurang efektif dan praktis karena harus dituntut untuik membuat laporan laba rugi tiap bulannya.
d.      Besarnya keuntungan yang diperoleh lebih besar metode revenue sharing daripada profit loss sharing karena keuntungan sepenuhnya adalah milik mudharib. Sedangkan profit loss sharing keuntungan harus dikurangi biaya administrasi dan harus adanya pembagian keuntungan hasil kerja mudharib.

Jadi dapat disimpulkan bahwa metode revenue sharing ini sangat cocok dengan ekonomi modern, karena prosesnya yang mudah, praktis dan efektif. Selain itu dalam prosesnya tidak ada tuntutan - tuntutan khusus yang harus dilakukan oleh mudharib. Kecenderungan pilihan ini semakin realistik dengan adanya kesamaan antara metode profit loss sharing atau mudharabah dengan metode revenue sharing pada bank konvensional, sebagaimana yang terjadi pada praktik – praktik bank syari’ah saat ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ayub, M. (2007). Understanding Islamic Finance : A-Z Keuangan Islam. Jakarta: PT.        Gramedia Pustaka Utama.

Aziz, Abdul, M. U. (2010) Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer. Bandung:            Alfabeta.

Djamil, F. (2012). Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga       Kuangan Syari’ah. Jakarta: Sinar Grafika.

Ismail, (2011). Perbankan Syari’ah. Jakarta: Kencana.

Janwari, Y (2015). Lembaga Keuangan Syari’ah. Bandung: PT. REMAJA             ROSDAKARYA

Kettel, B. (2011). Introduction to Islamic Banking and Finance. United Kingdom:             Printhause Northamton.

Rivai, Veithzal, Abdul Hadi Sirat, Titik Mariyanti, & H. W. (2014). Principle of     Islamic Finance (Dasar – Dasar Keuangan Islam). Yogyakarta: BPFE-           Yogayakarta

Yuliana, I. (2010). Investasi Produk Keuangan Syariah. Malang: UIN-MALIKI PRESS




0 komentar:

Posting Komentar