Kamis, 13 Desember 2018

Peluang Zakat dalam Mengentaskan Kemiskinan


Disusun oleh : Siti Shahriyah / 17081194026
S1 Ekonomi Islam 2017
Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Surabaya
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Tingginya tingkat kemiskinan di Indonesia menjadi PR dan evaluasi bagi pemerintah bangsa ini tentang bagaimana cara yang efektif untuk menurunkan angka kemiskinan yang ada. Berbagai jenis kebijakan yang sudah diterapkan seperti kebijakan moneter, fiskal, serta kebijakan-kebijakan lain nampaknya belum efektif dalam menurunkan angka kemiskinan di Indonesia. Bisa dilihat dari data yang dihimpun oleh BPS (2005), dalam kurun waktu 20 tahun antara tahun 1976-1996 tercatat jumlah penduduk miskin menurun drastis dari 54 juta jiwa atau 40% dari total penduduk di tahun 1976 turun menjadi 22,5 juta jiwa atau kurang lebih 11,3% dari total penduduk di tahun 1996. Namun, terjadi peningkatan drastis hingga 400% pada tahun 1997 dari 22 juta jiwa menjadi 80 juta jiwa karena adanya puncak krisis ekonomi tahun 1998.
Selain itu, adanya Gap antara penduduk miskin dan kaya yang cukup tinggi mendeteksi adanya permasalahan dalam hal pendistribusian kekayaan ataupun pendapatan di Indonesia. Dengan kata lain, tingginya tingkat kemiskinan di Indonesia di akibatkan oleh kurangnya suntikan dana atau modal terhadap rakyat miskin. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya masyarakat yang unbankable karena tidak memiliki agunan untuk bisa mendapatkan kredit. Selain itu, minimnya minat masyarakat dalam berwirausaha juga bisa menjadi salah satu faktor penyebab statisnya perekonomian Indonesia karena kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia. Blank (2004) mengungkapkan bahwa ada beberapa aspek yang mempengaruhi tingkat kemiskinan seperti lingkungan alamiah, struktur ekonomi, kelembagaan, serta karakteristik penduduk suatu daerah lokal. Sedangkan Kuncoro (2003) menyatakan bahwa dari sisi ekonomi, kemiskinan disebabkan oleh tiga hal, antara lain : adanya perbedaan pola pemilikan sumber daya yang mengakibatkan timpangnya pendapatan, perbedaan kualitas sumber daya manusia apabila kualitas SDM rendah maka produktivitas rendah serta upah yang akan diterima jga rendah, dan yang ketiga adalah perbedaan akses serta modal.
Dalam Islam, upaya pemberantasan kemiskinan sudah dilembagakan dalam salah satu rukunnya yaitu zakat (Abdurrachman,2001). Setiap orang muslim meyakini bahwa zakat merupakan salah satu penyangga tegaknya Islam yang harus ditunaikan (Muhammad,2007). Dari buku al-mughni karya Ibnu Qudamah (2007), secara Bahasa zakat berasal dari kata zakat (bersih), namaa (tumbuh dan berkembang), dan ziadah pengembangan harta. Sedangkan secara istilah ilmu fiqh, zakat merupakan sejumlah harta tertentu ( yang telah mencapai nisabnya ) yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang yang berhak menerimanya (Qardhawi,1995). Zakat juga merupakan wujud kepedulian sosial Islam terhadap kemaslahatan umatnya. Perintah untuk berzakat telah diatur dalam surat At-Taubah ayat 103, yang berbunyi :
  
Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dab nebsycukan mereka dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya dp’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui ( QS. At-Taubah : 103 ).
Siapa sajakah yang berhak menerima zakat ?
            Dalam QS. At-Taubah ayat 60, yang berbunyi :
 



 


Artinya : Sesungguhnya zakat itu hanya untuk orang-orang fakir, miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang yang berhutang, untuk dijalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS. AT-Taubah : 60).
Dari ayat diatas dapat kita ketahui bahwa zakat hanya diperuntukkan untuk 8 asnaf atau 8 golongan, yaitu :
1.      Fakir, yaitu orang yang tidak memiliki harta kekayaan, tidak mampu mencukupi kebutuhan sehar-hari seperti makan, minum, dan kebutuhan primer lainnya.
2.      Miskin, yaitu orang yang memiliki harta atau penghasilan namun belum bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari.
3.      Pengurus zakat ( amil zakat ), yaitu orang yang bertugas untuk menghimpun atau mengumpulkan zakat.
4.      Muallaf, yaitu orang yang baru mengerti agama atau bahkan baru masuk Islam.
5.      Hamba sahaya atau untuk memerdekakan budak, termasuk juga melepaskan kaum mukmin dari tawanan orang kafir.
6.      Gharim, yaitu orang-orang yang terlilit hutang dan tidak sanggup membayarnya.
7.      Fisabilillah, yaitu orang yang sedang berjuang demi agama Islam, atau berjuang dijalan Allah.
8.      Orang yang sedang dalam perjalanan dan dalam kesengsaraan.
Bagaimana realisasi peranan zakat saat ini ?
            Di Indonesia telah terbentuk badan yang bertugas sebagai lembaga penghimpun zakat yaitu BAZNAS ( Badan Amil Zakat Nasional ) dan LAZNAS ( Lembaga Amil Zakat Nasional ). Untuk dapat melihat seberapa besar potensi zakat dalam mengentaskan kemiskinan, kita dapat melihat data berikut :
Tabel 1. Estimasi Penduduk yang Wajib Berzakat
Tahun
Penduduk yang Wajib Zakat
Maal
Total Penduduk
Indonesia
2011
95,643,555
244,808,254
2012
96,635,791
248,037,853
2013
96,632,204
251,268,276
2014
99,967,101
254,454,778
2015
100,133,823
257,563,815
Sumber : Statistik Indonesia 2012-2016 (BPS), Penduduk Berdasarkan Agama (Kemenag, 2013) World Development Indicator (World Bank, 2016).dalam al-uqud 2017.

Tabel 2. Potensi Penerimaan Zakat Indonesia
Tahun
Potensi Penerimaan Zakat
2011
58,961,143,222,174
2012
64,086,440,764,997
2013
69,794,542,095,826
2014
78,374,957,309,348
2015
82,609,152,671,724
Sumber : Statistik Indonesia 2012-2016 (BPS),Penduduk BerdasarkanAgama (Kemenag, 2013) dalam al-uqud, 2017.
Tabel 3. Realisasi Penerimaan Zakat Indonesia
Tahun
Realisasi Penerimaan Zakat
2011
32,986,949,797
2012
40,387,972,149
2013
50,741,735,215
2014
69,865,506,671
2015
74,225,748,204
Sumber: Laporan Penerimaan Zakat Badan Amil Zakat Nasional 2011-2015 dalam al-uqud, 2017.
Dari beberapa data diatas, dapat kita bandingkan jumlah potensi penerima dengan realisasi penerima zakat, tidak sinkron bukan ? disini dapat disimpulkan ada dua permasalahan yang sangat menonjol, yaitu yang pertama faktor dari kurangnya kesadaran diri setiap individu untuk berzakat, dan yang kedua adalah bisa saja kurang optimalnya penyaluran zakat yang dilakukan oleh lembaga terkait.
            Indonesia adalah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia yang tersebar di berbagai penjuru nusantara, di perkotaan dan di desa. Di perkotaan sangatlah banyak penduduk muslim yang menjadi pengusaha serta di desa-desa banyak pula penduduk muslim yang mempunyai lahan pertanian luas. Saya rasa, apabila distribusi zakat dioptimalkan dengan baik dan tepat sasaran, sangatlah berpengaruh dengan adanya zakat ini terhadap pengentasan kemiskinan. Mengingat zakat tidak hanya zakat fitrah berupa beras namun juga ada zakat maal yaitu zakat yang dihitung berdasarkan harta kekayaan yang dimiliki individu muslim. Dengan adanya zakat, maka akan mempengaruhi pola ataupun tingkat konsumsi mustahik. Selain itu, adanya penyaluran zakat yang tepat juga akan sangat berpengaruh terhadap dinamisnya kehidupan ekonomi terhadap pemerataan kemaslahatan umat. Uang atau barang yang diperoleh mustahik dari zakat dapat dimanfaatkan untuk berwirausaha, dengan begitu mereka akan menciptakan lapangan pekerjaan dan hal ini akan mempengaruhi roda perekonomian negara itu sendiri.

Daftar Pustaka
Andriyanto, Irsyad. 2011. “ Strategi Pengelolaan Zakat dalam Pengentasan Kemiskinan “. Jurnal Walisongo, 19(1).
Blank, “Poverty, Policy and Palce : How Poverty and Policies to Alleviate Poverty are Shaped by Local Characteristic”, RPRC Working Paper, 2004, pp. 4-12.
Abdurrachman Qadir, Zakat dalam Dimensi Mahdah dan Sosial, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h.83-84.
Mudrajad Kuncoro, Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah, dan Kebijakan, (Yogyakarta:UPPAMP-YKPN,2003),h. 107.
Yusuf Qardhawi, Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan, terjemahan, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), h. 34.
Ibnu Qudamah, Al Mughni, alih bahasa ileh Amir Hamzah, (Jakarta:Pustaka Azzam,2007), Cet.3, h. 433.

0 komentar:

Posting Komentar