Kamis, 13 Desember 2018


Sistem Kharaj Meningkatkan Pendapatan Negara demi Kesejahteraan Bangsa
Oleh : Zeni Rahmawati

Salah satu instrumen penyumbang pendapatan negara yang terbesar adalah pajak. Adanya pajak  dapat meningkatkan keuangan negara sehingga membantu kesejahteraan rakyatnya.  Sayangnya di indonesia yang mayoritas penduduknya muslim belum menerapkan pajak yang sesuai dengan syariah agama. Padahal konsep pajak telah ada sejak zaman Rasulullah. Dalam  pemerintahan islam dimasa Rasulullah  SAW sumber penerimaan kebijakan fiskal digolongkan menjadi  tiga yaitu kaum muslim, kaum non muslim dan sumber umum. Sistem pajak telah diterapkan pada masa Rasulullah dan masa khalifah Umar bin Khatab telah membantu keuangan negara pada masa itu.
Salah satu sistem pajak yang akan dibahas adalah kharaj atau pajak tanah. Kharaj telah diterapkan pada masa umar bin khatab, awalnya tanah hasil peperangan (ghanimah) dibagi habis menurut ketentuan yang ada di islam. Namun Umar bin Khatab menyadari bahwa salah satu harta ghanimah adalah tanah tidak dimanfaatkan, sehingga Umar tidak ingin harta tersebut beredar di antara orang-orang itu saja. Beliau ingin agar harta ghanimah tersebut dapat memberikan manfaat bagi masyarakat juga.
Berdasarkan berbagai fenomena diatas, kharaj akan dibahas, dianalisis, dan diidentifikasi apakah sesuai jika diterapkan di Indonesia sehingga dapat mensejahterakan rakyatnya
1.      Pengertian kharaj
Al-Kharāj dari segi bahasa berasal dari kata khraja-yukhriju ikhrājan, yang arti dasarnya mengeluarkan. Al-Mawardi mendefinisikan kharāj sebagai Suatu kewajiban yang dibebankan kepada pemilik tanah yang ditunaikan atas tanah tersebut. (Syakur. 2015. Vol.13, No.1)
Menurut Adiwarman Karim. Lihat: Purbayu dan Aris,2015, Vol.12 No.2. Kharaj adalah pajak terhadap tanah, atau di Indonesia setara dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Perbedaan yang mendasar antara system PBB dengan  system  kharaj adalah bahwa  kharaj  ditentukan berdasarkan tingkat produktivitas dari tanah (land productivity) bukan berdasarkan zoning.
 Jadi setiap tanah dikenakan tarif pajak yang berbeda-beda tergantung jenis tanaman dan tingkat produktivitasnya, dan sistem pengairan yang digunakan.
2.      Objek yang dikenai kharaj
Menurut Ibn Rajab. Lihat: Syakur. 2015. Vol.13, No.1. Dalam sistem pemerintahan Islam, tidak  semua tanah dikenai kharāj, kharāj hanya dikenakan pada tanah tertentu saja. Tanah yang dikenai kewajiban kharaj sebagai berikut;
a.       Tanah milik non muslim yang hidup di Negara Islam. Tanah ini ada dua macam, yaitu: i). Tanah non muslim yang berdamai  dengan ketentuan tanah tersebut jadi milik kaum muslimin, sedang mereka menyewa dengan membayar kharāj. ii). Tanah non muslim yang berdamai dengan negara Islam dengan ketentuan bahwa tanah tersebut tetap menjadi milik mereka dengan membayar kharāj yang ditentukan.
b.      Tanah milik umum umat Islam. Obyek kharāj yang kedua adalah tanah milik umum umat islam yang tidak ada pemiliknya secara tertentu. Tanah jenis kedua ini secara umum dikenai kharāj, baik berada di tangan kaum muslimin atau berada di tangan non muslim (kafir).
Adapun objek kharaj lainnya adalah tanah anwah yaitu Tanah yang pada awalnya terkait dengan hak muslim tertentu, yaitu tanah yang diambil dari kaum kafir secara paksa(melalui peperangan).  
Menurut Abu Yusuf (1979). Lihat: Syamsuri & Ika Prastyaningsih. 2018. Vol. 05, No.01. Dalam pengenaan objek tanah yang tidak terpakai , Abu Yusuf memberi nasihat  kepada Khalifah agar dikelola warga, sehingga bisa memberi mashlahah kepada banyak orang.
Menurut Ibn Rajab, Lihat : Syakur. 2015. Vol.13, No.1. Tanah yang dikenakan kharāj ada dua:  tanah damai (al-shulh) dan tanah anwah. kebanyakan ulama berpendapat bahwa kharāj yang diterapkan dalam tanah dami bermakna jizyah sehingga gugur dengan keislaman pemiliknya. Sedang madzhab Hambali, sebagian Syafi’I, madzhab Maliki dan lainnya mengatakan bahwa kharāj pada tanah anwah merupakan ujrah (harga sewa) atas tanah, karena merupakan tanah wakaf umat Islam, sehingga kharāj atas tanah anwah ini juga diterapkan bagi muslim.

3.      Sistem pemungutan kharaj pada masa kekhalifahan umar bin khatab
Menurut sebagian ulama pada masa khalifah al mahdi, Lihat: Syakur. 2015. Vol.13, No.1. Dalam sejarah Islam dikenal ada dua sistem pemungutan kharāj. a).Sistem waẓīfah, sistem ini diterapkan pada masa kekhalifahan Umar bin Khatab, sistem ini berupa pemungutan berdasarkan ukuran tanah dan telah ditetapkan nominalnya secara tetap setiap tahunnya, tanpa melihat hasil panen. sistem ini hampir sama dengan PBB di Indonesia.  b). Sistem  al-Muqāsamah, yaitu pemungutan kharāj berdasarkan nisbah dari hasil bumi seperti 1/3, 1/4, 1/5 dan lainnya.
Dalam kedua sistem pemungutan kharaj tersebut terdapat beberapa kriteria dalam menetapkan kadar nilai kharāj, kadar tersebut ditetapkan berdasarkan tingkat kesuburan tanah, jenis tanaman, dan sistem pengairan atau irigasi yang berakibat perbedaan pendapatan petani.

4.      Pendapatan negara
Dalam undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara disebutkan bahwa pendapatan negara adalah semua penerimaan yang berasal dari penerimaan perpajakan, bukan pajak, serta hibah dari dala m dan luar negeri. (online-pajak.com)
Dari pendapatan negara ini akan digunakan untuk pembagunan sarana-sarana umum maupun bantuan lainnya. Salah satu sumber pendapatan negara yang terbesar adalah pajak.
Pajak yang ada di indonesia meliputi pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, pajak ekspor, pajak perdagangan internasional serta bea masuk dan cukai. (online-pajak.com)

5.      Opini penulis sistem kharaj untuk meningkatkan pendapatan negara untuk kesejahteraan bangsa
Sistem kharaj sangat sesuai jika diterapkan di semua negara yang memiliki lahan pertanian, di indonesia pun sistem pajak ini juga sesuai apalagi Indonesia dikenal sebagai negara agraris. Sistem kharaj dikenakan tidak hanya pada warga muslim saja namun juga warga non muslim sehingga semua warga negara berhak membayar bagi yang mempunyai tanah pertanian, sehingga dalam pengenaan kharaj adanya persamaan warga negara dimata hukum. Prinsip keadilan juga terdapat dalam sistem kharaj ini.
Di indonesia sendiri ada pajak yang hampir sama dengan kharaj yaitu pajak bumi dan bangunan. PBB dikenakan pada semua jenis tanah sedangkan kharaj dikenakan atas tanah/lahan yang dimanfaatkan untuk pertanian. Kharaj pada masa umar bin khatab dikenakan pada tanah hasil peperangan yang telah dimanfaatkan untuk pertanian, sedangkan PBB dikenakan pada semua tanah yang dimiliki oleh warga negara. Menurut Ahmad Muti. Lihat: Syamsuri & Ika Prastyaningsih. 2018. Vol. 05, No.01, adapun tarif PBB adalah 0,5% sedangkan tarif  penggunakan sistem  muqasamah  yaitu1 dirham dengan  26,112 kg gandum, jika 2,5% jika  irigasi 1/5,5.
Sistem kharaj ini sangat membantu peningkatan pendapatan negara jika diterapkan, karena tanah yang digunakan untuk pertanian dikenai kadar pajak berdasarkan tingkat produktivitasnya dengan masing masing tarif yang telah ditentukan. Berbeda dengan PBB yang kenakan pada semua tanah tanpa melihat apakah tanah tersebut dimanfaatkan atau tidak, padahal seharusnya tanah yang dimanfaatkan dan tanah yang menganggur tarif pajaknya berbeda, karena tanah yang telah dimanfaatkan untuk lahan pertanian ini menambah penghasilan pemiliknya, jadi sudah seharusnya dikenai pajak.
Indonesia sendiri terkenal dengan negara agraris yang sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai petani, sehingga sistem kharaj ini benar-benar sesuai jika diterapkan di Indonesia dan berpotensi untuk peningkatan pendapatan negara untuk kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.
Khalifah ali bin Abi Thalib dalam surat yang dikirim kepada al-Ashtar al-Nakha’I, pegawai kharājdi mesir mengatakan: “Hendaklah pandanganmu dalam memakmurkan tanah lebih dalam disbanding pikiranmu dalam menarik kharāj, karena kharāj itu tidak didapat kecuali dengan pemakmuran tanah. Barangsiapa menuntut kharāj tanpa memakmurkan tanah maka ia merusak Negara dan perkaranya tidak lurus kecuali sedikit saja”. (Syakur. 2015. Vol.13, No.1)
Jadi sistem kharaj ini sangat dianjurkan karena beberapa alasan, diantaranya memakmurkan bangsa melalui peningkatan pemasukan negara. Sistem ini sangat berdampak positif juga bagi semua masyarakat, diharapkan pemerintah indonesia akan segera menerapkan sistem kharaj ini.


Daftar Pustaka
Santosa, Purbayu Budi & Aris Anwaril. 2015. Maslahah dalam
Pajak Tanah Perspektif Abu Yusuf (Telaah terhadap Kitab Al –Kharaj). Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis. Vol. 12, No.2

Siahaan, Sutan. 2018. Sumber Pendapatan Negara : Pajak, Non
Pajak dan Hibah. (https://www.online-pajak.com) Diakses tanggal 07 Desember 2018

Syakur, Ahmad. 2015. Pajak Tanah sebagai Instrumen
Pendapatan Keuangan Publik dalam Ekonomi Islam. Jurnal Realita. Vol. 13, No.1.

Syamsuri & Ika Prastyaningsih. 2018. Upaya Pencapaian
Kesejahteraan Masyarakat melalui Pengelolaan Pajak: Relevansi Konsep Al-Kharaj Abu Yusuf di Indonesia. Jurnal Ekonomi Syariah. Vol.05 No.01





0 komentar:

Posting Komentar