Oleh: Mila Amrina
Ekis 17 B / 17081194032
Fakultas Ekonomi/ Universitas Negeri Surabaya
2018
Menurut BPS per Maret 2017, angka kemiskinan di Indonesia mencapai 27,7 juta jiwa dari keseluruhan jumlah penduduk Indonesia 261,8 juta jiwa. Dengan Perekonomian Indonesia pada 2017 diukur menurut Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai Rp 13.588,8 triliun. Maka, pendapatan perkapita dari jumlah penduduk tersebut dengan pendapatan Indonesia diukur menurut PDB berkisaran Rp 51,90 juta. Angka kemiskinan menjadi sorotan utama di suatu negara, karena suatu negara dapat dikatan maju atau berkembang menggunakan salah satu tolak ukur angka kemiskinan suatu negara tersebut.
Dimensi ekonomi dari kemiskinan dapat diartikan sebagai kekurangan sumber daya yang digunakan sebagai peningkatan kesejahteraan sekelompok orang, baik itu secara financial maupun semua kategori kekayaan yang dapat meningkatan kesejahteraan masyarakat (Suryawati, 2005). Sesorang dapat dikatakan miskin, apabila tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya, seperti: sandang, pangan, dan papan. Untuk kebutuhan pokok kehidupannya sendiri belum bisa terpenuhi, maka kebutuhan sekunder dan tersiernya masih belum bisa terpenuhi. Adapun Mubyarto (1998), mendefinisikan kemiskinan adalah situasi serba kekuaranga dari penduduk dalam bentuk rendahnya pendapatan yang disebabkan oleh rendahnya ketrampilan, pendapatan, produktivitas, lemahnya nilai tukar produksi, dan terbatasnya kesempatan ikut serta dalam pembangunan.
Garis besar pengertian kemiskinan ini dapat diartikan sebagai situasi serba kekurangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Data yang diberikan oleh BPS memberikan informasi bahwa, Indonesia mencapai 10,64 % dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia. Hal ini tidak bisa dianggap remeh, karena kesejahteraan masyarakat sudah jadi kewajiban suatu negara. Untuk itu sudah jadi kewajiban suatu negara mensejahterakan penduduknya dengan kemerataan perekonomian si tiap-tiap wilayah, agar tiap-tiap wilayah dapat melakukan produktivitasnya dengan baik. Pemerintah pun juga harus turut andil memberikan bantuan atau subsidi bagi masyarakat perekonomian rendah, agar mereka bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dan mendorong produktivitas mereka. Menteri PPN / Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro memberikan sambutan pada Indonesia Development Forum (IDF) 2018 di Jakarta, Selasa (10/7). Menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi selama dua dekade terakhir masih terkontribusi di pulau Jawa sekitar 58 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Ketidakmerataan inilah yang membuat Indonesia masih berada dalam angka kemiskinan yang cukup besar, dan sudah dipastikan kesejahteraan masyarakat masih rendah, maka dibutuhkannya badan untuk menanggulangi pengolahaan seluruh pendapatan dan pengeluaran Indonesia, agar mencapai kemerataan diseluruh wilayah dan terkoordinir secara merata yang membawa tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Pada jaman Rasulullah SAW, dalam masa pemerintahannya mendirikan Baitul mal atau rumah untuk menghimpun dan menyalurkan dana kepada msyarakat. Rumah ini dijadikan Rasulullah sebagai lumbung pendapatan negara pada saat masa kepemimpinannya untuk menghimpun dana dari masyarakat, seperti penerimaan zakat, kharaz, khums, jizya, dan penerimaan lainnya. Rasulullah pun juga mempercayai rumah ini atas penyaluran dari pendapatan yang sudah dihimpun. pada zaman Rasulullah sudah mengenal penerimaan pajak, dari penerimaan pajak tanah hingga pajak warga negara asing. Pada jaman rasulullah pun mendapatkan pendapatan negara terbesar melalui zakat, karena zakat ini termasuk intrumen meningkatkan pendapatan nasional. Karena membantu meningkatkan penerimaan orang-orang yang diantaranya kurang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, yang sudah diatur di dalam Al-Qur’an delapan golongan yang menerima zakat, dan tentunya masih banyak lagi penerimaan lainnya untuk membantu penerimaan suatu negara. Sehingga penyaluran dana yang sudah dihimpun di dalam Baitul mal tidak salah sasaran.
Menurut Mustaring (2016), Baitul Mal adalah lembaga atas pihak (al jihat) yang mempunyai tugas khusus menangani segala harta umat atau masyarakat, berupa pendapatan hingga pengeluaran negara. Baitul Mal berperan sebagai lembaga pengendali perekonomian negara. Namun, realita di Indonesia hanya diterjemahkan sebegai koperasi-koperasi saja. Baitul Mal dapat diartikan sebagai lembaga atau pihak yang mempunyai kewajiban atau tugas untuk melakukan penanganan atas segala harta yang dimiliki umat, baik pendapatan maupun pengeluaran (Zallum, 1983).
Indonesia sangat berpotensi apabila didirikannya Baitul mal, karena Indonesia berjumlah 207.176.162 juta jiwa memeluk agama Islam atau 87,18 % dari jumlah keseluruhan penduduk di Indonesia (Sensus Penduduk oleh BPS, 2010). Pendirian Baitul mal ini memudahkan pemerintah untuk menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat, agar dana yang sudah di himpun tepat diterima bagi mereka yang berhak. Seperti realita yang diketahui, banyak badan amil zakat atau BAZANAS yang menghimpun dana dan menyalurkannya ke masyarakat yang berhak menerima, sehingga hal ini menimbulkan ketidakmerataan pemberian kepada masyarakat yang menerima. Dan diluar sana masih banyak orang-orang yang tidak mendapatkan bantuan tersebut. Baitul mal ini dapat dijadikan kebijakan fiskal untuk pemerintah, yang mana sebagai instrumen pengelola keungan publik. Sehingga Indonesia ini menjadi negara yang sejahtera, merata, dan menjadi negara maju.
Dari data yang sudah disajikan, maka dapat disimpulkan Indonesia sangat berpotensi besar. Seperti sudah diketahui dari jumlah penduduk Indonesia 261,8 juta jiwa dan angka kemiskinan Indonesia berjumlah 27,7 juta jiwa. Selisih jumlah penduduk tersebut berada di angka perekonomian keatas atau kaya. Maka sudah dapat terhitung bahwa pendapatan Indonesia sebenarnya sangat besar, apabila pemerintah menghimpun dana masyarakat dari penerimaan pajak, zakat, denda, dan lain sebagainya. Sehingga dana tersebut dapat membantu infrastruktur Indonesia, dan membantu masyarakat perekonomian kebawah. Ketimpangan dan ketidakmerataan perekonomian masyarakat Indonesia tidak akan pernah terjadi. Karena didirikannya Baitul mal yang selaku penghimpun dan penyaluran dana suatu negara dengan didorong penerimaan dari sektor manapaun seperti zakat, pajak, dsb. Fungsi dari Baitul mal ini agar penerimaan negara bisa terkoordinir secara baik, dan harapan besar penyalurannya sebagai mana mestinya. Serta untuk membantu mensejahterakan masyarakat yang tidak ada ketimpangan dan ketidakmerataan perekonomian lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (BPS). 2018. Garis Kemiskinan Menurut Provinsi 2013- 2018 [online]. https://www.bps.go.id/. Diakses 06 Desember 2018.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2018. Penduduk Indonesia Menurut Provinsi 2971- 2010 [online]. https://www.bps.go.id/. Diakses 06 Desember 2018.
Badan Pusat Statistik (BPS). 2018. Sensus Penduduk 2010 [online]. https://www.bps.go.id/. Diakses 06 Desember 2018.
Mubiyarto. 1995. Program IDT dan Pemberdayaan Masyarakat. Yogjakarta: Aditya Media Yogjakarta.
Mustaring. 2016. “Eksistensi ‘Baitul Maal’ dan Peranannya dalam Perbaikan Ekonomi Rumah Tangga dalam Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”. Jurnal Supremasi, 11(02): 118-128.
Setu, Wilfridus Embu. 2018. Selain Konsumsi Investasi juga Penting Topang Ekonomi RI [online]. https://www.liputan6.com/bisnis/read/3626170/selain-konsumsi-investasi- juga-penting-topang-ekonomi-ri. Diakses 06 Desember 2018.
Suryawati, Chriswardani. 2005. “Memahami Kemiskinan secara Multidimensional”. JMPK, 08(03): 121-129.
Zallum, Abdul Qadim. (1983). Al Amwal Fi Daulah Al Khilafah. Cetakan I. Beirut : Darul ‘Ilmi Lil Malayin.
0 komentar:
Posting Komentar