Sistem Kharaj Meningkatkan
Pendapatan Negara demi Kesejahteraan Bangsa
Oleh : Zeni Rahmawati
Oleh : Zeni Rahmawati
Salah satu instrumen penyumbang
pendapatan negara yang terbesar adalah pajak. Adanya pajak dapat meningkatkan keuangan negara sehingga
membantu kesejahteraan rakyatnya. Sayangnya di indonesia yang mayoritas
penduduknya muslim belum menerapkan pajak yang sesuai dengan syariah agama.
Padahal konsep pajak telah ada sejak zaman Rasulullah. Dalam pemerintahan islam dimasa Rasulullah SAW sumber penerimaan kebijakan fiskal digolongkan
menjadi tiga yaitu kaum muslim, kaum non
muslim dan sumber umum. Sistem pajak telah diterapkan pada masa Rasulullah dan
masa khalifah Umar bin Khatab telah membantu keuangan negara pada masa itu.
Salah satu sistem pajak yang akan
dibahas adalah kharaj atau pajak tanah. Kharaj telah diterapkan pada masa umar
bin khatab, awalnya tanah hasil peperangan (ghanimah) dibagi habis menurut
ketentuan yang ada di islam. Namun Umar bin Khatab menyadari bahwa salah satu
harta ghanimah adalah tanah tidak dimanfaatkan, sehingga Umar tidak ingin harta
tersebut beredar di antara orang-orang itu saja. Beliau ingin agar harta
ghanimah tersebut dapat memberikan manfaat bagi masyarakat juga.
Berdasarkan berbagai fenomena
diatas, kharaj akan dibahas, dianalisis, dan diidentifikasi apakah sesuai jika
diterapkan di Indonesia sehingga dapat mensejahterakan rakyatnya
1. Pengertian kharaj
Al-Kharāj dari
segi bahasa berasal dari kata khraja-yukhriju ikhrājan, yang arti dasarnya
mengeluarkan. Al-Mawardi mendefinisikan kharāj sebagai Suatu kewajiban yang
dibebankan kepada pemilik tanah yang ditunaikan atas tanah tersebut. (Syakur.
2015. Vol.13, No.1)
Menurut
Adiwarman Karim. Lihat: Purbayu dan Aris,2015, Vol.12 No.2. Kharaj adalah pajak
terhadap tanah, atau di Indonesia setara dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Perbedaan yang mendasar antara system PBB dengan system
kharaj adalah bahwa kharaj ditentukan berdasarkan tingkat produktivitas
dari tanah (land productivity) bukan berdasarkan zoning.
Jadi setiap tanah dikenakan tarif pajak yang
berbeda-beda tergantung jenis tanaman dan tingkat produktivitasnya, dan sistem
pengairan yang digunakan.
2. Objek yang dikenai kharaj
Menurut Ibn
Rajab. Lihat: Syakur. 2015. Vol.13, No.1. Dalam sistem pemerintahan Islam,
tidak semua tanah dikenai kharāj, kharāj
hanya dikenakan pada tanah tertentu saja. Tanah yang dikenai kewajiban kharaj
sebagai berikut;
a. Tanah
milik non muslim yang hidup di Negara Islam. Tanah ini ada dua macam, yaitu:
i). Tanah non muslim yang berdamai
dengan ketentuan tanah tersebut jadi milik kaum muslimin, sedang mereka
menyewa dengan membayar kharāj. ii). Tanah non muslim yang berdamai dengan
negara Islam dengan ketentuan bahwa tanah tersebut tetap menjadi milik mereka
dengan membayar kharāj yang ditentukan.
b.
Tanah milik umum umat Islam. Obyek
kharāj yang kedua adalah tanah milik umum umat islam yang tidak ada pemiliknya
secara tertentu. Tanah jenis kedua ini secara umum dikenai kharāj, baik berada
di tangan kaum muslimin atau berada di tangan non muslim (kafir).
Adapun objek
kharaj lainnya adalah tanah anwah yaitu Tanah yang pada awalnya terkait dengan
hak muslim tertentu, yaitu tanah yang diambil dari kaum kafir secara
paksa(melalui peperangan).
Menurut Abu
Yusuf (1979). Lihat: Syamsuri & Ika Prastyaningsih. 2018. Vol. 05, No.01. Dalam
pengenaan objek tanah yang tidak terpakai , Abu Yusuf memberi nasihat kepada Khalifah agar dikelola warga, sehingga
bisa memberi mashlahah kepada banyak orang.
Menurut Ibn Rajab,
Lihat : Syakur. 2015. Vol.13, No.1. Tanah yang dikenakan kharāj ada dua: tanah damai (al-shulh) dan tanah anwah. kebanyakan
ulama berpendapat bahwa kharāj yang diterapkan dalam tanah dami bermakna jizyah
sehingga gugur dengan keislaman pemiliknya. Sedang madzhab Hambali, sebagian
Syafi’I, madzhab Maliki dan lainnya mengatakan bahwa kharāj pada tanah anwah
merupakan ujrah (harga sewa) atas tanah, karena merupakan tanah wakaf umat
Islam, sehingga kharāj atas tanah anwah ini juga diterapkan bagi muslim.
3. Sistem pemungutan kharaj pada masa kekhalifahan
umar bin khatab
Menurut sebagian
ulama pada masa khalifah al mahdi, Lihat: Syakur. 2015. Vol.13, No.1. Dalam
sejarah Islam dikenal ada dua sistem pemungutan kharāj. a).Sistem waẓīfah,
sistem ini diterapkan pada masa kekhalifahan Umar bin Khatab, sistem ini berupa
pemungutan berdasarkan ukuran tanah dan telah ditetapkan nominalnya secara
tetap setiap tahunnya, tanpa melihat hasil panen. sistem ini hampir sama dengan
PBB di Indonesia. b). Sistem al-Muqāsamah, yaitu pemungutan kharāj
berdasarkan nisbah dari hasil bumi seperti 1/3, 1/4, 1/5 dan lainnya.
Dalam kedua
sistem pemungutan kharaj tersebut terdapat beberapa kriteria dalam menetapkan
kadar nilai kharāj, kadar tersebut ditetapkan berdasarkan tingkat kesuburan tanah,
jenis tanaman, dan sistem pengairan atau irigasi yang berakibat perbedaan
pendapatan petani.
4. Pendapatan negara
Dalam
undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara disebutkan bahwa
pendapatan negara adalah semua penerimaan yang berasal dari penerimaan
perpajakan, bukan pajak, serta hibah dari dala m dan luar negeri. (online-pajak.com)
Dari pendapatan
negara ini akan digunakan untuk pembagunan sarana-sarana umum maupun bantuan
lainnya. Salah satu sumber pendapatan negara yang terbesar adalah pajak.
Pajak yang ada
di indonesia meliputi pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak
penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, pajak ekspor, pajak
perdagangan internasional serta bea masuk dan cukai. (online-pajak.com)
5. Opini penulis sistem kharaj untuk
meningkatkan pendapatan negara untuk kesejahteraan bangsa
Sistem kharaj
sangat sesuai jika diterapkan di semua negara yang memiliki lahan pertanian, di
indonesia pun sistem pajak ini juga sesuai apalagi Indonesia dikenal sebagai
negara agraris. Sistem kharaj dikenakan tidak hanya pada warga muslim saja
namun juga warga non muslim sehingga semua warga negara berhak membayar bagi
yang mempunyai tanah pertanian, sehingga dalam pengenaan kharaj adanya
persamaan warga negara dimata hukum. Prinsip keadilan juga terdapat dalam
sistem kharaj ini.
Di indonesia
sendiri ada pajak yang hampir sama dengan kharaj yaitu pajak bumi dan bangunan.
PBB dikenakan pada semua jenis tanah sedangkan kharaj dikenakan atas
tanah/lahan yang dimanfaatkan untuk pertanian. Kharaj pada masa umar bin khatab
dikenakan pada tanah hasil peperangan yang telah dimanfaatkan untuk pertanian,
sedangkan PBB dikenakan pada semua tanah yang dimiliki oleh warga negara. Menurut
Ahmad Muti. Lihat: Syamsuri & Ika Prastyaningsih. 2018. Vol. 05, No.01, adapun
tarif PBB adalah 0,5% sedangkan tarif
penggunakan sistem muqasamah yaitu1 dirham dengan 26,112 kg gandum, jika 2,5% jika irigasi 1/5,5.
Sistem kharaj
ini sangat membantu peningkatan pendapatan negara jika diterapkan, karena tanah
yang digunakan untuk pertanian dikenai kadar pajak berdasarkan tingkat
produktivitasnya dengan masing masing tarif yang telah ditentukan. Berbeda
dengan PBB yang kenakan pada semua tanah tanpa melihat apakah tanah tersebut
dimanfaatkan atau tidak, padahal seharusnya tanah yang dimanfaatkan dan tanah
yang menganggur tarif pajaknya berbeda, karena tanah yang telah dimanfaatkan
untuk lahan pertanian ini menambah penghasilan pemiliknya, jadi sudah
seharusnya dikenai pajak.
Indonesia
sendiri terkenal dengan negara agraris yang sebagian besar masyarakatnya
berprofesi sebagai petani, sehingga sistem kharaj ini benar-benar sesuai jika
diterapkan di Indonesia dan berpotensi untuk peningkatan pendapatan negara
untuk kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.
Khalifah ali bin
Abi Thalib dalam surat yang dikirim kepada al-Ashtar al-Nakha’I, pegawai
kharājdi mesir mengatakan: “Hendaklah pandanganmu dalam memakmurkan tanah lebih
dalam disbanding pikiranmu dalam menarik kharāj, karena kharāj itu tidak
didapat kecuali dengan pemakmuran tanah. Barangsiapa menuntut kharāj tanpa
memakmurkan tanah maka ia merusak Negara dan perkaranya tidak lurus kecuali
sedikit saja”. (Syakur. 2015. Vol.13, No.1)
Jadi sistem
kharaj ini sangat dianjurkan karena beberapa alasan, diantaranya memakmurkan
bangsa melalui peningkatan pemasukan negara. Sistem ini sangat berdampak
positif juga bagi semua masyarakat, diharapkan pemerintah indonesia akan segera
menerapkan sistem kharaj ini.
Daftar Pustaka
Santosa, Purbayu Budi & Aris Anwaril. 2015. Maslahah dalam
Pajak Tanah
Perspektif Abu Yusuf (Telaah terhadap Kitab Al –Kharaj).
Jurnal Dinamika Ekonomi & Bisnis. Vol. 12, No.2
Siahaan, Sutan.
2018. Sumber Pendapatan Negara : Pajak, Non
Syakur, Ahmad. 2015. Pajak Tanah sebagai Instrumen
Pendapatan
Keuangan Publik dalam Ekonomi Islam. Jurnal Realita. Vol.
13, No.1.
Syamsuri & Ika Prastyaningsih. 2018. Upaya Pencapaian
Kesejahteraan
Masyarakat melalui Pengelolaan Pajak: Relevansi Konsep Al-Kharaj Abu Yusuf di
Indonesia. Jurnal Ekonomi Syariah. Vol.05 No.01
0 komentar:
Posting Komentar